asma bronkial

Asma Bronkial
Asma bronkial, atau lebih populer dengan sebutan asma atau sesak napas, telah dikenal luas di masyarakat. Namun pengetahuan tentang asma bronkial hanya terbatas pada gejala asma bronkial saja, diantaranya dada terasa tertekan, sesak napas, batuk berdahak, napas berbunyi (mengi), dll.
Asma bronkial merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yakni penyakit paru yang memiliki kumpulan gejala klinis (sindrom) seperti yang telah disebutkan di atas. PPOK terdiri dari:
    • Asma Bronkial (asma/bengek)
    • Bronkitis kronis (radang saluran napas bagian bawah)
    • Emfisema paru (penurunan daya elastisitas paru)
Faktor penyebab PPOK salah satunya adalah polusi udara yang berasal dari asap rokok, cerobong pabrik/industri, asap kendaraan bermotor. Semakin tua usia seseorang akan semakin lama menghisap udara yang berpolusi dan semakin besar kecenderungan untuk menderita sindrom PPOM.
Definisi Asma Bronkial
Penyakit asma bronkial secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan:
  • Sesak napas/sukar bernapas yang diikuti dengan suara “mengi” (bunyi yang meniup sewaktu mengeluarkan udara/napas)
  • Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah
  • Biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket
  • Perasaan menjadi gelisah dan cemas
Sedangkan berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah gabungan dari keadaan berikut:
  • Kejang/berkerutnya otot polos dari saluran pernapasan
  • Sembab/pembengkakan selaput lendir
  • Proses keradangan
  • Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan
Mekanisme Terjadinya Kelainan Pernapasan
Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll.
Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk.
bronkus
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:
  • Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut
  • Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
  • Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.
Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.
paru_paru
Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun.
Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat.
Pengenalan Jenis Serangan Asma Bronkial
Pengenalan jenis serangan asma berkaitan erat dengan cara pengobatannya. Serangan asma/bengek ada 2 macam, yaitu:
1.
Serangan asma bronkial karena otot polos saluran napas yang berkerut (Asma Episodik)
Serangan asma bronkial/bengek hanya sekali-sekali, ada periode bebas sesak napas, serangan “mengi” mungkin terjadi misalnya sewaktu jogging, makan suatu makanan yang kebetulan alergi, mencium binatang piaraan, dsb.
Jenis ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian obat pelonggar nafas hirup (inhaler) dimana merupakan obat yang paling aman dengan sedikit efek samping yang minimal. Dapat juga diberikan obat pelonggar napas dalam bentuk tablet maupun sirup.
2.
Serangan asma bronkial karena proses peradangan saluran pernapasan (Continuing Asma/Asma Berkelanjutan)
Penderita asma bronkial/bengek ini tidak pernah merasakan benar-benar bebas sesak, jadi hampir setiap hari menderita “mengi”. Saluran pernapasannya mengalami keradangan sehingga mempunyai resiko untuk terjadi serangan lebih sering, walaupun telah diberikan obat pelonggar napas.
Oleh karenanya, penderita memerlukan obat tambahan berupa anti keradangan (biasanya keluarga steroid).

Pengobatan Penyakit Asma
Asma tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma.
Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas:
1. Pengobatan Asma Jangka Pendek
2. Pengobatan Asma Jagka Panjang
Pengobatan Asma Jangka Pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.
Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah:
A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
- Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)
- Golongan Simpatomimetika
- Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain.
B.
Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas
Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.
C.
Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.
Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk membantu.
Pengobatan Asma Jangka Panjang
Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma.
Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat.
Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).

farmakologi

Definisi obat adalah senyawa atau campuran senyawa yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, mencegah penyakit, mengurangi gejala, menghilangkan gejala, atau menyembuhkan penyakit. Sebagai contoh obat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan yaitu barium sulfat yang digunakan sebagai zat kontras untuk roentgen saluran cerna, biasanya digunakan untuk mendiagnosa adanya usus buntu. Obat yang digunakan untuk mencegah penyakit, misalnya vaksin BCG untuk perlindungan terhadap tuberculosis, diberikan pada bayi yang baru lahir dengan tingkat bahaya ditularinya sangat tinggi. Obat yang digunakan untuk mengurangi gajala seperti obat-obat analgetik yang digunakan untuk mengurangi nyeri, contohnya parasetamol, aspirin, asam mefenamat, dll. Obat yang digunakan untuk menghilangkan gejala, misalnya obat batuk yang termasuk antitusif yaitu dekstrometorfan, gliseril guaiakolat. Obat untuk menyembuhkan penyakit yaitu obat-obat yang termasuk dalam golongan antibiotic, contohnya amoksisilin, eritromisin, metronidazol, dll.
Untuk mendapatkan khasiat yang diinginkan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu obat yaitu : pertama, dosis obat harus tepat. Dosis yang tepat akan dapat membedakan suatu racun dari obat. Contohnya parasetamol pada dosis 500 mg 3-4 x sehari dapat digunakan sebagai obat penurun demam (antipiretik), akan tetapi jika diminum dalam dosis berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan pada hati. Kedua, obat yang digunakan harus tepat, sehingga dapat mengatasi masalah dan menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Penyakit yang disebabkan karena infeksi virus (misalnya : flu, cacar, dll) seharusnya diobati dengan antivirus bukan dengan obat antibiotic, oleh karena itu tidak tepat jika pasien terkena infeksi karena virus diobati dengan antibiotic, karena akan menimbulkan efek resistensi (bakteri kebal terhadap obat). Ketiga, obat harus digunakan pada pasien yang tepat, jangan sampai pasien yang sebenarnya tidak memerlukan obat justru diberi obat. Keempat, kegunaan obat harus tepat. CTM seharusnya digunakan untuk obat anti alergi, tetapi sebagian besar masyarakat menggunakannya untuk obat tidur, hal tersebut tidak tepat. Kelima adalah waspada terhadap efek samping obat. Hampir setiap obat memiliki efek samping, dari yang ringan sampai efek yang membahayakan dan mengancam jiwa.
Untuk dapat menimbulkan efek, obat harus berada pada tempat kerjanya dalam kadar yang cukup. Untuk mencapai tempat aksinya, obat harus mengalami proses perpindahan dari tempat pemberian ke dalam aliran darah, untuk selanjutnya diangkut (ikut aliran darah) sampai ke tempat aksinya. Proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah disebut absorpsi. Untuk dapat masuk ke dalam aliran darah obat harus dapat menembus sawar (barrier) yang memisahkan obat di tempat obat berada (tempat pemberian) dengan tempat kerja obat. Kecepatan absorpsi obat dipengaruhi oleh banyak factor, diantaranya oleh cara pemberiannya. Obat yang diberikan melalui saluran cerna, absorpsinya lebih lambat dari pada yang diberikan secara injeksi (suntikan). Faktor lain yang berpengaruh pada kecepatan absorpsi antara lain kelarutan obat dalam lemak dan air.
Dalam aliran darah, obat dapat berada dalam keadaan bebas atau dapat pula terikat oleh protein plasma. Kedua bentuk itu kemudian ikut aliran darah (distribusi) ke seluruh bagian tubuh. Hanya obat bebas saja (tidak terikat oleh protein plasma) yang dapat mencapai tempat kerjanya, kemudian menimbulkan efek, baik sebagai efek yang diharapkan (efek terapi) maupun efek yang tidak diharapkan (efek samping dan efek toksik). Obat yang dapat mencapai organ tertentu (misalnya hepar) akan mengalami perubahan secara biologik (biotransformasi) menjadi senyawa lain agar lebih mudah dikeluarkan (ekskresi) dari dalam tubuh. Hampir semua obat dikeluarkan dari dalam tubuh (ekskresi) bersama urin oleh ginjal.
Kecepatan timbulnya efek tergantung pada kecepatan suatu obat sampai di tempat kerjanya. Ini ditentukan oleh kecepatan absorpsi yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain cara pemberian obat. Pada garis besarnya cara pemberian obat dapat dilakukan melalui saluran cerna (enteral), atau cara lain yang tidak melalui saluran cerna (parenteral). Pemberian secara enteral dapat secara oral (diminum), sublingual (ditaruh di bawah lidah), buccal (ditaruh di antara gusi dan mukosa pipi) atau perektal (dimasukkan ke dalam rektum melalui dubur). Pemberian secara parenteral dapat dilakukan melalui saluran nafas (inhalasi), dimasukkan vagina (pervaginam) atau disuntikkan secara intravena (iv) yaitu disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena, intramuskuler (im) yaitu disuntikkan masuk ke dalam otot daging, intraperitoneal (ip) yaitu disuntikkan langsung ke dalam rongga perut, subkutan (sc) yaitu disuntikkan di bawah kulit ke dalam alveola, intrakutan (ic) yaitu disuntikkan sedikit dalam kulit untuk tujuan diagnosa, intracardial yaitu disuntikkan langsung ke dalam jantung, intraarterial yaitu disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena yaitu disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri, dan sebagainya. Obat juga dapat diberikan secara topikal (langsung ditaruh pada tempat atau daerah yang diobati).
Bentuk sediaan obat dapat merupakan :
• sediaan padat (pulvis/serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar; tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi; pil adalah bentuk sediaan padat berupa masa bulat mengandung satu atau lebih bahan obat dan dimaksudkn untuk pemakaian secara oral; kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dan cangkang keras atau lunak yang dapat melarut; implan atau pelet adalah sediaan dengan masa padat steril berukuran kecil berisi obat dengan kemurnian tinggi dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan; suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh biasanya melaui rektum, vagina, atau saluran urin)
• sediaan setengah padat (cream adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai; pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topical; gel merupakan system semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan; salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lender)
• sediaan cair (sirup adalah suatu larutan obat dalam larutan gula yang jenuh, biasanya diberi esen; suspensi adalah suatu campuran obat berupa zat padat terbagi halus yang terdispersi di dalam medium cair, harus dikocok sebelum digunakan; emulsi adalah suatu campuran dua zat cair yang tidak mau campur; tingtura adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia; eleksir adalah suatu larutan alkoholis dan diberi pemanis mengandung obat dan diberi bahan pembau/aroma; magma : sediaan yang mengandung obat padat terbagi halus terdispersi dalam cairan; lotion adalah preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit).
Bentuk sediaan dimaksudkan untuk memudahkan pemberian, memberi rasa atau aroma yang enak, mencegah kerusakan bahan aktif oleh enzim dalam saluran cerna, mempertahankan kadarnya dalam darah dan mempercepat onsetnya (waktu antara obat diberikan sampai menimbulkan efek). Sediaan obat dalam bentuk tablet sublingual misalmya, cepat masuk dalam aliran darah sistemik juga dapat terhindar dari kerusakan bahan aktif akibat getah saluran cerna.
Pada umumnya obat mempunyai lebih dari satu aksi atau efek. Efek obat yang diharapkan untuk menyembuhkan penyakit disebut dengan efek terapi. Misalnya ketika demam, kemudian diberikan parasetamol sehingga demamnya hilang, maka efek terapi dari parasetamol adalah menurunkan demam (antipiretik). Selain itu ada efek suatu obat yang tidak termasuk dalam kegunaan terapi, efek tersebut dinamakan efek samping obat. Contohnya CTM efek samping yang ada yaitu menindurkan. Efek samping morfin adalah depresi pernafasan dan susah BAB (konstipasi). Efek yang lain adalah toksisitas (efek racun), yaitu aksi tambahan yang derajatnya lebih tinggi dibanding efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Efek toksik umumnya timbul pada pemakaian obat dengan dosis yang berlebihan (di atas dosis normal). Contohnya, mual (nausea) dianggap efek samping tetapi depresi sumsum tulang belakang disebut toksisitas. Ada pula efek teratogen, yaitu efek dari obat pada dosis terapetik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin. Misalnya focomelia (kaki dan tangan seperti kepunyaan singa laut).
Beberapa obat juga memiliki efek yang mungkin timbul pada pengulangan penggunaan obat atau perpanjangan penggunaan obat. Efek tersebut yaitu : reaksi hipersensitif, merupakan suatu reaksi alergi yaitu seatu respon abnormal terhadap obat atau zat dimana pasien telah kontak atau menggunakan obat tersebut yang mengakibatkan timbulnya antibodi. Reaksi kumulatif, adalah suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan obat, dimana obat diekskresikan lebih lambat dari pada absorbsinya. Toleransi, ialah suatu fenomena berkurangnya besar respon terhadap dosis yang sama dari obat, dosis harus diperbesar untuk mendapatkan respon yang sama. Resistensi, yaitu kemampuan mikroorganisme untuk menahan efek obat yang mematikan terhadap sebagian besar anggota spesiesnya (bakteri menjadi kebal terhadap obat yang diberikan). Habituasi, adalah gejala ketergantungan psikologik terhadap suatu obat. Adiksi, adalah gejala ketergantungan psikologik dan fisik terhadap suatu obat.
Berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia, obat dapat digolongkan menjadi : obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat narkotik, dan obat psikotropik. Penggolongan obat dilakukan dalam rangka pengamanan dan peningkatan pengawasan obat yang beredar di masyarakat. Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas dapat diperoleh di warung, toko obat berizin atau apotek. Dalam kemasan obat disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis dan aturan pakai, nomor batch, nomor registrasi, tanggal kadaluawarsa, nama dan alamat pabrik serta cara penyimpanannya. Obat bebas diberi tanda bulatan berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam, diameter minimal 1 cm. Contoh obat bebas : tablet vitamin C 50 mg, 100 mg, 250 mg; tablet vitamin B1 50 mg, 25 mg, 100 mg; tablet vitamin B complex; tablet multivitamin; salep 24; boorwater. Obat bebas terbatas yaitu obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat bebas terbatas (obat daftar W) termasuk obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan. Obat bebas terbatas ini dapat diperoleh di warung, toko obat berijin dan apotek. Obat bebas terbatas diberi tanda bulatan berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, diameter minimal 1 cm. Obat bebas terbatas mempunyai penandaan berupa tanda peringatan yang terdapat pada wadah, bungkus luar kemasan obat. Tanda peringatan tersebut berupa :
• P1 : awas obat keras! bacalah aturan memakainya!
• P2 : awas obat keras! hanya untuk kumur, jangan ditelan!
• P3 : awas obat keras! hanya untuk bagian luar dari badan!
• P4 : awas obat keras! Hanya untuk dibakar!
• P5 : awas obat keras! Tidak boleh ditelan!
• P6 : awas obat keras! Obat wasir, jangan ditelan!
Contoh obat-obat bebas terbatas : anusol (obat wasir), antimo (anti muntah dalam perjalanan), dulcolax (obat pencahar), tablet vitamin K 1,5 mg (anti perdarahan), dan lain-lain. Obat keras (obat daftar G) adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. Semua obat yang digunakan dengan cara disuntikkan juga termasuk obat keras. Obat keras ini hanya dapat diperoleh di apotek dan harus dengan resep dokter atau pengawasan apoteker di apotek. Obat keras diberi tanda bulatan berwarna merah, garis tepi berwarna hitam, degan huruf K berwarna hitam di tengah, diameter minimal 1 cm. Contoh obat yang termasuk obat keras : semua obat injeksi (obat suntik), obat antibiotika, diazepam (obat penenang), yonhimbin (aprodisiaka), hydantoin (obat anti epilepsi), nitroglycerin (obat jantung).
Narkotika (obat daftar O) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Obat narkotik hanya dapat diperoleh di apotek dan harus dengan resep dokter. Undang-undang narkotika membagi obat-obat golongan narkotik menjadi riga golongan, yaitu :
• Narkotika golongan I : hanya digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dalam terapi, karena mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Termasuk golongan ini antara lain : cocain, marihuana, heroin, tetrahydrocannabitol.
• Narkotika golongan II : dapat digunakan dalam terapi selain untuk tujuan ilmu pengetahuan, tetapi juga mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Termasuk golongan ini antara lain : morphine, dihydromorphine, hydrocodone.
• Nerkotika golongan III : banyak digunakan dalam terapiselain untuk tujuan ilmu pengetahuan, mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Termasuk dalam golongan ini antara lain : codeine, dihydrocodeine, ethylmorphine.
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berpengaruh pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Berdasarkan undang-undang tentang psikotropika, obat-obat jenis psikotropika digolongkan menjadi empat golongan, yaitu :
• Psikotropika golongan I : hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, tidak diberikan dengan resep. Termasuk dalam golongan ini antara lain : MDMA (ectasy), psilocybin, psilosin.
• Psikotropika golongan II : boleh diresepkan, tetapi harus disadari bahwa dapat menyebabkan ketergantungan yang besar, apalagi kalau diberikan dalm jangka waktu lama. Termasuk dalam golongan ini antara lain : amphetamine, methaqualone, secobarbital.
• Psikotropika golongan III : boleh diresepkan, tetapi juga dapat memberikan ketergantungan pada penggunaan jangka lama. Termasuk dalam golongan ini antara lain : amobarbital, pentobarbital, glutetimide.
• Psikotropika golongan IV : sering kali diberikan dalam resep, relatif kurang memberikan efek ketergantungan, tetapi tetap harus diwaspadai pada pemberian jangka lama. Termasuk dalam golongan ini antara lain : diazepam, chlordiazepoxide, meprobamate.

laporan pendahuluan demam typhoid


A. PENGERTIAN
Deman Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang mengenai usus halus.(Waspanji, 2002,: 435)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Deman Typoid adalah penyakit akuty yang biasanya mengenai saluran urna dengan segala deman letih dan kyuh hari, gangguaan pada saluran urna.(Mansjoer, 2002,; 432)
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Typoid abdominalis adlah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala deman letih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.(Ngastiyah, 1997,; 155)

B. ETIOLOGI
Salmonella typhi, Basal gram negative bergerak dengan rambut getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya 4 macam antigen yaitu:
Antigen O (Osematir)
H ( Flagela) VI dan protein healin
(Mansjoer, 2000,; 432)
Salmonella typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C
(Waspanji, 2002,; 435)


C. MANIFESTASI KLINIS
1. Deman
2. Nyeri Kepal
3. Pusing
4. Anoreksia
5. Mual muntah
6. Batuk
7. Diare
8. Apitaksis
9. Gangguan kesadaran
(Waspanji, 2002,; 435)

D. PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman salmonella typhi (S. typhi) dan salmonella paratyphi (S. Paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian yang lain lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon amunitas hormonal (16. A) usus kurang baik, maka kuman menembus sel-sel epital (terutama sel – M) dan selanjutnya lulamina propia kuman berkembang biak dan di fogosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh fakrofog. Kuman dapat hidup dan berkembang biakdi dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague. Piyenikum dislat dan kemudian kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus terasikus kuman yang terdapat makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar keseluruh organ retikulo endotetial tubuh terutama hati dan limpa. Diagnosa ini kuman meninggalkan sel-sel fogosit dan kemudian berkembang biak di luar sell fagosit dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi menyebabkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejal penyakit infeksi sisremir di dalam usus, sebagian kuman dikeluarkan melalui rases dan sewbagian masuk lagi ked lam serkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali berhubungan makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat-saat fagosifosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi dan selanjutnya akan menimbulkan imflamasi sisteler seperti deman, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, mtabilitas vaskuler, gangguan muntah dan koagulasi.


E. PATHWAY(belum di ketik)


F. KOMPLIKASI
1. Perporasi usus
2. Pendarahan usus
3. Peritonisis
4. Meningitis
5. Enselopati
6. Bronzho Pnemonia
7. Hepatitis
(Mansjoer, 2002,: 433)

1. Komplikasi Internal

a) Pendarahan usus
b) Perforasi usus
c) Jenis paralitir

2. Komplikasi eksternal

a) Kompliksi kardiovaskuler: gagal sirkulasi ferifer, miokarditis, tromboplebitis.
b) Komplikasi darah: anemia, trombositofenia, homolitik dan koagulasi intravaskuler disemirata (KID) dan sindrom uremia
c) Komplikasi paru: pneumonia, epiema, pluritis
d) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis, kolelitiasis
e) Komplikasi tulang: oseomelitis, spondilitis, artitis
f) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningitis, polinefritis perifer
g) Komplikasi ganjal: glomerunefritis, pielonefritis, perinefritis
(Mansjoer, 2002,; 424)
G. PENTALAKSANAAN
1. Keperawatan
a. Tirah baring 7-14 hari untuk mencegah perforasi
b. Mengubah posisi tidur untuk mencegah pneumonia
c. Anjurkan makan makanan yang tidak merangsang ataupun menimbulkan gas
d. Isolasi pasien
2. Medis
a. Pemberian antibiotic
Untuk menghentikan dan mencegah penyebaran kuman
Anti biotik yang diberikan
- kloraminitol diberikan selama deman (500-1000 mg)
- hari pertama sampai hari kelima, kemudian dosis diturunkan atau diganti
- diet cukup cairan, kalori, tinggi protein

H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Aktifitas dan istirahat
Tanda : kelemahan, kelelahan
Gejala : takikardi
2. Integritas ego
Tanda : perasaan tidak terduga
Gejala : ansietas (gelisah, pucat)
3. Makanan dan cairan
Tanda : membrane mukosa kering
Gejala : penurunan BB
4. Nyeri/ Kenyamanan
Tanda : kenaikan suhu
Gejala : nyeri tiba-tiba
5. Keamanan
Tanda : kenaikan suhu
(Doenges, 1999,; 471)

I. FOKUS INTERVENSI

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH : Berat Badan stabil

Intervensi
1) Kaji KU dan TTV
R. untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien
2) Beri makan sedikit tapi serig
R. untuk mencegah rasa penuh dalam lambung
3) Berikan makanan dalam keadaan hangat
R. untuk merangsang nafsu makan
4) Berikan lingkungan yang bersih
R. untuk merangsang nafsu makan
5) Timbang BB stiap saat
R. untuk mngtahui penambahan BB
6) Kolaborasi dengan ahli gizi
R. untuk mnentukan tindakan lebih lanjut

2. Gangguan termoregulasi: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada usus halus dan peningkatan laju metabolisme dalam tubuh.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam hipertermi teratasi
KH : temperature suhu tubuh normal

Intervensi :
1) Kaji KU pasien
R. untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Kaji TTV
R. untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh
3) Berikan kompres hangat
R. untuk menurunkan suhu tubuh
4) Berikan intake yang adekuat
R. untuk mencegah terjadinya desindran
5) Berikan cairan IV
R. untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiseptic
R. untuk membantu menurunkan suhu tubuh

3. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam nyeri teratasi
KH : nyeri berkurang/ hilang
Intervensi :
1) Kaji KU pasin
R. untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Kaji TTV
R. untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien
3) Kaji lokasi nyri an kualitas nyeri
R. untuk menentukan tindakan
4) Beri posisi nyaman
R. untuk mengetahui rasa sakit
5) Ajarkan teknik relaksasi
R. untuk meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi rasa nyeri
6) Kolaborasikan dngan dokter alam pembrian obat
R. untuk menghilangkan rasa nyeri

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam intoleransi aktivitas teratasi
KH : pasien bisa melakukan aktivitas sendiri tanpa bantua orang lain

Intervensi :
1) Kaji KU pasien
R. untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Kaji kekuatan otot
R. untuk mengetahui kelemahan otot/ skala kekuatan otot
3) Kaji repon pasien terhadap aktivitas
R. untuk mengetahui kemampuan respon pasien terhadap aktivitas
4) Kaji aktivitas pasien
R. untuk mengetahui kemampuan aktivitas pasien, untuk mencegah peningkatan aktivitas secara tiba-tiba
5) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu dalam melakukan latihan
R. untuk meningkatkan toleransi terhadap aktivitas dan mencegah kelemahan
6) Bantu aktivitas sehari-hari
R. untuk mengurangi kecemasan

FORMAT DOKUMENTASI KEPERAWATAN


1)Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi keperawatan dalam penerapan proses keperawatan.
Ada tiga teknik dokumentasi yang sering digunakan:
a)SOR (Source Oriented Record)
Adalah tehnik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan.
Dalam melksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini cocok untuk pasien rawat inap.

b)Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.

c)POR (Problem Oriented Record)
POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat digunakan untuk mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan ide pemikiran anggota tim mengenai problem klien secara jelas.
Sistem POR ini mempunyai 4 komponen:
Data dasar
Daftar masalah
Rencana awal
Catatan perkembangan

2)Format Dokumentasi
Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
a)Format naratif
Merupakan format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam bentuk narasi.

b)Format Soapier
Format inib dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah (problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di identifikasi oleh semua anggota tim perawat.

Format soapier terdiri dari:
S = Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien
O = Data Objektif
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic laboratorium.
A = Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
P = Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat

E = Evaluasi
Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan
R = Revisi
Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi rencana asuhan kepeawatan.

c)Format fokus/DAR
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan (action) dan respon (R)

d)Format DAE
Merupakan system dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat dengan suau diagnose keperawatan.

e)Catatan perkembangan ringkas
Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Adanya perubahan kondisi pasien
Berkembangnya masalah baru
Pemecahan masalah lama
Respon pasien terhadap tindakan
Kesediaan pasien terhadap tindakan
Kesediaan pasien untuk belajar
Perubahan rencana keperawatan
Adanya abnormalitas atau kejadian ayng tidak diharapkan
Petunjuk membuat catatan perkembangan :
Memulai catatan dengan melihat diagnose keperawata n
Masukkan seluruh pengkajian (objectif dan subjectif)
Dokumentasikan masalah baru dan masalah sudah teratasi.
dentifikasi tindakan yang diberikan berdasarkan perencanaan.
Catat hasil dari implementasi berdasarkan tujuan dan hasil yang di harapkan.
Catatan perkembangan yang dibuat dapat menggunakan bentuk lembar alur (flow sheet) dan daftar check list dalam pelaksanaanya ada beberapa keuntungan dan kerugian. Agar lemabar alur dan daftar chek list sesuai dengan standar maka harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Perhatikan dan ikuti petunjuk
Lengakapi format dengan menggunakan kunci
Gunakan tanda cek (√) atau (x) atau tanda (o) pada waktu mengidentifikasi bahwa parameter tidak diobservasi/diintervensi
Jangan tinggalkan lembar format dalam keadaan kosong. Tulis (o) untuk mengidentifikasi bahwa parameter tidak diperlukan
Tambahkan uraian secara detail jika diperlukan
Pertahankan agar letak lembar alur tetap pada tempatnya
Beri tanda tangan dan nama jelas
Dokumentasikan waktu dan tanggal

Lembar alur dapat digunakan untuk mendokumentasikan:
Aktifitas sehari-hari
Tanda-tanda vital
Keseimabngan cairan
Pengkajian kulit
Gangguan system tubuh
Pemantauan prosedur keperawatan
Pemberian obat-obatan
Namun, dalam pembuatannya tidak terdapat standar yang baku.

Pendapat Aziz Alimul (2001) diatas juga mempunyai kesamaan dengan apa yang dikemukakan oleh Nursalam (2001) yang mengatakan bahwa ada 6 (enam) bentuk model dokumentasi keperawatan yang masing-masing model tersebut juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Enam model pendokumentasian tersebut adalah sebagai berikut :
a.SOR (Source Oriented Record)
Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola pencatatan. Catatan berorientasi pada sumber yang terdiri dari 5 komponen:
Lembar penerimaan berisi biodata
Lembar order dokter
Lembar riwayat medik
Catatan perawat
Laporan khusus

b.POR (Problem Oriented Record)
Model ini memusatkan data tentang klien disusun menurut masalah klien. System ini mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya terdiri dari 4 komponen:
Data dasar
Daftar masalah
Perencanaan awal
Catatan perkembangan (progress note)

c.Progress Oriented Record (Catatan Berorientasi pada perkembangan kemajuan)
Tiga jenis catatan perkembangan:
Catatan perawata (nursing note)
Lembar alur (floe sheet)
Catatan pemulangan dan ringkasan rujukan (discharge summary)

d.CBE (Charting by Exception)
Adalah system dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif dan hasil penemuan yang menyimpang dari keadaan normal (standar dari praktik keperawatan).

e.PIE (Problem Intervention and Evaluation)
Adalah pencatatan dengan pendekatan orientasi proses dengan penekanan pada proses keperawatan dan diagnose keperawatan.

f.FOCUS
Biasa juga disebut dengan format DAR (Data, Action, Respons)
Suatu proses pencatan terfokus pada klien. Digunakan untuk mengorganisir dikumentasi asuhan keperawatan dimana:
Data : berisi data subjektif dan objektif serta data focus
Action : tindakan yang akan dikaukan
Respons : keadaan respon yang akan dilakukan

Selain beberapa contoh format yang telah disebutkan di atas, maka secara umum dokumentasi Asuhan Keperawatan yang lazim digunakan perawat atau mahasiswa keperawatan adalah pendekatan proses keperawatan dengan memasukkan ke dalam Catatan Perawat yang biasa disingkat dengan istilah CP (lihat contoh)
Ada 6 bentuk Format Catatan Perawat (Nursing Note) antara lain:
1). CP 1A : dimana data yang telah dikaji melalui format pengkajian data
dasar di kelompokkan menjadi data subjektif (DS) dan data
objektif (DO) yang dikenal sebagai data focus.
2). CP 1 B : adalah format yang digunakan perawat untuk membuat analisa
data dan mengidentifikasi etiologi dan masalah klien.
3). CP 2 : adalah format catatan perawata yang berisikan masalah/
diagnose keperwatan, tanggal ditemukan masalah dan
teratasinya masalah klien
4). CP 3 : adalah format catatan perawat yang berisi tentang rencana
keperawatan yang terdiri dari; hari dan tanggal/jam, diagnose
keperawatan disertai data penunjang, tujuan yang akan dicapai,
rencana tindakan dan rasionalisme.
5). CP 4 : adalah format catatan perawat yang berisi tentang tindakan
perawat dan hasil yang diperoleh.
6). CP 5 : adalah format catatan perawat yang berisi tentang catatan
perkembangan pasien yang terdiri dari hari, tanggal, nomor
diagnose, jam/waktu, data SOAP (Subjektif, Objektif,
Assessment, Planning).
7). CP 6 : adalah format catatan perawat yang berisi tentang resume akhir
atau ringkasan pasien pulang.
Untuk melihat tingkat perkembangan pasien yang dirawat di rumah sakit (pasien rawat inap) maka digunakan “Sistem Pencatatan Medis” atau biasa disebut dengan “Rekam Medis Kesehatan (RMK)” yaitu merupakan keterangan tentang identitas hasil anamnesis, pemeriksaan dan catatan segala kegiatan para pelayan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu.

Dalam PERMENKES No.749a.Menkes/XXII/89 tentang RM yang disebut dengan Rekam Medis ialah : berkas yang berisiskan catatan dan dokumentasi tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

Askep Anak dengan Gagal Ginjal Kronik



A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal (Betz Sowden, )

Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan yang progresif pada nefron yang mengarah pada timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan meningkat ( Rosa M. Sacharin, 1996)
.
Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah keadaan klinis dengan Laju Filtrasi Glomerolus < 50 ml/menit yang ditandai oleh gangguan pertumbuhan dan kelainan metabolic serta biasanya diikuti oleh penurunan faal ginjal yang progresif. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1997)


B. ETIOLOGI

1. Glomerulonefritis
2. Pielonefritis
3. Nefrosklerosis
4. Sindroma Nefrotik
5. Tumor Ginjal


C. PATOFISIOLOGI

Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi glomerolus menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal ini menimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang ditangani ginjal.

Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolik terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi hormon paratiroid, peningkatan fosfat plasma (penurunan kalsium serum, asidosis) menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran darah dan gangguan penyerapan kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah, penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia.


D. MANIFESTASI KLINIK
1. Edema. Oliguria, hipertensi, gagal jantung kongestif
2. Poliuria, dehidrasi
3. Hiperkalemia
4. Hipernatremia
5. Anemia
6. Gangguan fungsi trombosit
7. Apatis, letargi
8. Anoreksia
9. Asidosis
10. gatal-gatal
11. Kejang, koma
12. Disfungsi pertumbuhan



E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes darah
a. BUN dan kreatinin serum meningkat
b. Kalium serum meningkat
c. Natrium serum meningkat
d. Kalsium serum menurun, fosfor serum menurun, PH serum dan HCO3 menurun
e. Hb, Ht, trombosit menurun
f. Asam urat meningkat, kultur darah positif


2. Tes urin
a. Urinalisis
b. Elektrolit urin, osmolalitas dan berat jenis
c. Urin 24 jam


3. EKG
4. Rontgen dada
5. Biopsi Ginjal


F. PENATALAKSANAAN
1. Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Dukung fungsi kardiovaskuler
3. Cegah infeksi
4. Tingkatkan status nutrisi
5. Kendalikan perdarahan dan anemia
6. Lakukan dialisis
7. Transplantasi ginjal


DAFTAR PUSTAKA

1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
3. Hartantyo I, dkk. (1997). Pedoman Pelayanan Medik Anak. Edisi Kedua. Semarang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Undip, SMF Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi.
4. Riwanto I, S. Neni, Purwoko Y. (2000). Tunjangan Nutrisi Klinik. Semarang : Badan Penerbit Undip.
5. Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. (1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
7. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
8. www. Indomedia.com/intisari/2001/juni/Terapi_601.htm. Disiplin Ketat Penderita Gagal Ginjal.
9. www.interna fk ui ac.id/artikel/current 2001/cdt01_19htm. Penatalaksanaan Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

KOMUNIKASI DENGAN PASIEN ANAK


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu cara individu untuk melakukan interaksi dengan individu yang lain. Tanpa komunikasi, individu akan sulit mengungkapkan keinginan, pendapat dan menjalankan hubungan silaturahmi dengan individu lain. Komunikasi sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial individu. Bayangkan, apa yang terjadi jika antara satu individu dengan individu yang lain tidak mengetahui bagaimana cara berkomunikasi, kehidupan sosial tidak akan terjadi, informasi tidak didapatkan dan masyarakat akan menjalani kehidupan yang membosankan karena tidak dapat mencurahkan ide, pendapat dan perasaan mereka.
Komunikasi erat kaitanya dengan sistem indera, misalnya pendengaran. Untuk dapat memahami apa yang dikatakan secara verbal, kita harus mendengarkan. Jika pendengaran terganggu maka akan sulit untuk memahami informasi yang disampaikan secara lisan. Masih banyak lagi contoh hubungan komunikasi dengan sistem indera.
Perkembangan teknologi memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan informasi dalam jarak jauh. Komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan media massa ataupun elektronik, hanya saja tidak selamanya komunikasi yang dilakukan ini efektif. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi yang sedang kita alami.
Komunikasi tidak hanya dilakukan ketika sudah mampu untuk berbicara. Sebenarnya dari awal kelahiran manusia sudah melakukan komunikasi. Meskipun tangisan yang dilakukan oleh anak masih sulit dibedakan. Untuk memahami komukasi yang dilakukan oleh anak, hendaknya perawat harus memiliki ilmu, baik tentang komunikasi, kepribadian anak sehingga dalam menjalankan asuhan keperawatan anak menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan anak, baik yang sehat maupun yang sakit.
1.2. Tujuan Penulisan
  1. Memahami arti dari komunikasi
  2. Menjelaskan perkembangan bicara pada anak
  3. Memahami makna komunikasi yang dilakukan oleh anak
  4. Menjelaskan teknik-teknik ketiak berkomunikasi dengan anak yang sehat atau sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Pengertian Komunikasi
Menurut Davis, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dan pemahamannya dari seseorang ke orang lain. Selain itu, Farland berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses interaksi antar manusia dan mempunyai arti. Secara umum, persepsi masyarakat tentang arti komunikasi adalah suatu penyampaian informasi yang hanya dilakukan secara verbal, baik tulisan maupun lisan. Akan tetapi, ruang lingkup komunikasi tidak hanya secara verbal saja, tetapi juga secara non verbal, yaitu berupa gerak tubuh dan simbol-simbol yang mempunyai makna. Setiap setelah melakukan komunikasi, akan terdapat suatu interaksi timbal balik antara si pengirim dan penerima pesan. Jadi, dapat disimpulkan, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang ke orang lain baik secara verbal maupun non verbal atau menggunakan simbol-simbol dan menimbulkan interaksi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan.
Komunikasi memiliki 4 fungsi yang hampir semua komunikasi menjalankan satu atau lebih dari 4 fungsi ini :
  1. Mengendalikan Prilaku
Fungsi ini menekankan pada suatu informasi yang berisi tentang aturan yang harus dipatuhi untuk memperbaiki prilaku. Berikut adalah contohnya :
Seorang anak berusia 2 tahun yang senang menjambak rambut orang yang ada di dekatnya, maka untuk mengendalikan perilaku anak itu, kita harus memberikan pengertian kepadanya bahwa apa yang dia lakukan tidak baik.
2. Perkembangan Motivasi
Fungsi ini menjelaskan pentingnya komunikasi dalam memberikan support atas apa yang dilakukan seseorang yang memiliki dampak positif bagi orang tersebut. Misalnya :
Tn. Nick baru pertama kali melakukan ambulasi didampingi dengan perawat Nina. Ketika Tn.Nick merasa putus asa karena merasa tidak mampu melakukannya, perawat Nina memberikan motivasi kepadanya, “ Ayo, Tn. Nick. Anda pasti bisa melakukannya.”
  1. Pengungkapan Emosional
Dalam hal ini komunikasi berfungsi untuk mengungkapkan perasaan marah, sedih, senang dsb. Sebagai contoh, seorang bayi yang menangis karena haus atau lapar, menggunakan tangisan untuk komunikasi, cemas tanpa sadar bayi akan menghisap jempolnya untuk meredakan kecemasannya.
  1. Informasi
Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan ide, pendapat dan suatu berita baik atau buruk. Misalnya :
Seorang anak berusia 4 tahun memberikan informasi tentang apa yang sudah dialaminya ketika belajar dikelasnya,.”Hari ini aku dipuji sama ibu guru karena gambar yang ku buat sangat bagus.” Atau anak ingin memberitahukan apa yang diinginkannya “Aku ingin permen.”
Elemen proses komunikasi dimulai dari referen, yaitu suatu ide yang ingin disampaikan baik berupa objek, emosi atau tindakan. Pengirim pesan, yaitu subjek yang berperan untuk menyampaikan referen. Pesan, yaitu informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Saluran, medium pembawa pesan, baik berupa panca indera manusia maupun media elektronik. Penerima pesan, merupakan sasaran dan arah pesan yang disampaikan dan sebagai pemberi respon. Kemampuan pengirim dan penerima, merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh pengirim dan penerima. Dalam melakukan komunikasi tinjau lebih dahulu pengetahuan lawan bicara, hindari pemakaian istilah yang tidak dipahami oleh lawan bicara. Respon atau umpan balik akan ada jika pengirim pesan memberikan kesempatan kepada penerima pesan untuk memberi penjelasan.
2.1. Tipe Komunikasi F. Philip Rice
Menurut F. Philip Rice ada enam tipe komunikasi, yaitu :
  1. Tipe Terbuka
Merupakan tipe komunikasi saling terbuka antara satu individu dengan individu yang lain. Individu I dan individu II secara leluasa dapat bercerita, mengekspresikan perasaanya dan pikirannya serta berdiskusi.
  1. Tipe Permukaan
Komunikasi tipe ini terjalain bukan pada hal-hal penting : tidak riil, tidak detail dan hanya sekedar basa-basi sebatas permukaan. Komunikasi dapat terwujud karena tidak ada saling terbuka, penyebabnya bias perasaan takut mengecewakan, malu dan sebagainya.
  1. Tipe Mengabaikan
Antara individu I dan individu II saling menghindar, sehingga tidak terjalin komunikasi. Tipe ini hampir sama dengan tipe permukaan. Hanya saja, pada tipe ini cara bicara antar individu saling terbawa emosi.
  1. Tipe Komunikasi Salah
Tipe komunikasi yang terlalu menuntut keinginan diri sendiri. Bila tidak sesuai dengan yang duharapkan individu akan marah. Akibatnya lawan bicara takut berbuat salah.
  1. Tipe Komunikasi Satu Arah
Komunikasi yang dilakukan oleh satu figur dominan yang berkomunikasi. Hanya ia yang boleh menentukan kapan lawan boleh bicara atau tidak.
  1. Tipe Tanpa Ada Komunikasi
Komunikasi jarang terjadi meskiipun sebetulnya diantara individu tidak ada konflik nyata.
2.3. Tahapan Perkembangan Bicara Anak
Menangis adalah “percakapan sosial” pertama sang bayi. Tangisan di bulan pertama terdengar monoton, baik ketika ia lapar, sakit, ataupun merasa tak nyaman. Melalui tangisan, bayi berinteraksi dengan lingkungan. Ia tengah berkomunikasi untuk menyampaikan kebutuhannya kepada orang lain.
Sebaliknya, dengan menangis si kecil belajar, setiap tangisan ternyata punya makna tersendiri. Penggunaannya berbeda-beda dan bisa ditangkap maksudnya oleh orang lain.
1-4 BULAN: BAHASA TUBUH DAN SUARA VOKAL (smiling, cooing)
Sampai usia 4 bulan, bayi masih banyak berkomunikasi dengan cara menangis. Namun di usia 1,5 bulan si kecil mulai memunculkan tangis yang berbeda-beda. Tangisannya tidak lagi monoton seperti ketika baru lahir. Contoh:
  • Bila sakit diungkapkan dengan tangisan melengking keras diselingi rengekan dan rintihan.
  • Bila merasa tak nyaman akibat kepanasan atau cari perhatian umumnya bayi mengeluarkan rengekan yang terputus-putus.
  • Tangisan lapar terdengar keras dan panjang diselingi gerakan mengisap pada mulut mungilnya.
Di usia ini, selain menangis bayi berkomunikasi dengan menggumam bunyi vokal meski belum begitu jelas. Umumnya terdengar seperti bunyi “aaah” atau “oooh”.
Ada juga yang bergumam “uuuh” dan “eeeh”. Gumaman ini biasanya keluar saat bayi “mengutarakan” perasaan, seperti senang atau tak suka. Ketika gembira diajak bermain, gumaman yang keluar mungkin bernada panjang “aaah”.
Gumaman ini sebetulnya merupakan hasil tekanan pada otot-otot bicaranya.
Di usia 4 bulan, bayi mulai tertawa nyaring dan mampu mengeluarkan suara dari tenggorokan. Jadi, tak lagi hanya sebatas gumaman. Ia juga mulai mengekspresikan keterampilannya menunjukkan bahasa tubuh. Kendati bentuknya masih amat sederhana, seperti tersenyum saat memandang wajah orang yang dikenalnya, mengerutkan dahi ketika merasa tak nyaman, dan mulai memalingkan wajah ke arah sumber bunyi ketika dipanggil.
5-7 BULAN: KELUAR OCEHAN (babbling)
Di usia ini bayi mulai mengeluarkan suara ocehan pendek berupa suku kata (gabungan huruf mati dan huruf hidup), seperti “ba”, “da”. Ocehannya masih terbatas pada bunyi-bunyi eksplosif awal yang muncul karena adanya perubahan mekanisme suara.
Bayi amat senang dengan bentuk komunikasi berupa ocehan ini. Jika gembira bermain, bayi akan mengeluarkan ocehan yang lebih lama dan panjang. Ocehan ini kelak akan berkembang menjadi celoteh (memadukan berbagai suku kata) dan selanjutnya menjadi kata demi kata.
Di usia ini, bayi juga mulai belajar mengomunikasikan perasaannya tidak melulu lewat tangisan. Kalau ia tak suka, misalnya, ia mengeluarkan suara seperti melenguh. Sebaliknya, jika sedang merasa senang, ocehannya bertambah keras. Bahkan akan menjerit kesenangan meski belum dengan nada tinggi.
7-8 BULAN: OCEHAN MENINGKAT (babbling)
Ocehan bayi makin panjang, semisal “bababa” atau “dadada”. Kuantitasnya juga meningkat dengan cepat di antara bulan ke-6 sampai ke-8. Di tenggang waktu ini, orangtua diharapkan memberi stimulasi yang tepat dengan lebih sering mengajak bayi bercakap-cakap dalam intonasi naik turun dan ekspresif agar mudah ditangkap.
8-12 BULAN: KELUAR CELOTEHAN PANJANG (lalling)
Ocehan konsonan-vokal seperti “dadada”, “uh-uh-uh” dan “mamama” akan meningkat jadi celoteh yang maknanya dalam. Pertama, berceloteh adalah dasar bagi perkembangan berbicara. Kedua, celoteh adalah bagian dari komunikasi bayi dengan orang lain. Ini terlihat ketika ia mendapat respons terhadap celotehnya, bayi akan lebih giat berceloteh dibandingkan bila ia berceloteh sendirian. Ketiga, dengan berceloteh bayi merasa menjadi bagian dari kelompok sosial karena celotehnya ditanggapi. Ini akan membuat bayi mengembangkan rasa percaya dirinya yang kelak akan sangat menentukan kemandiriannya.
11-14 BULAN: KATA-KATA PERTAMANYA NYARIS LENGKAP (speaking)
Secara spesifik, bayi mampu mengucapkan satu patah kata yang berarti meskipun belum sempurna/lengkap, misalnya “ma” untuk mama, “pa” untuk papa, “num” untuk minum, dan “nen” untuk menetek. Di usia ini bayi juga sudah mampu melakukan tugas yang diminta seperti “lempar bolanya!” atau “ayo minum” sambil orangtua menunjuk benda yang dimaksud.
2.4. Mengenal Temperamen Anak
Salah satu yang menpengarui atau menentukan kepribadian anak yaitu temperamen. Utnuk dapat berkomunikasi dengan baik, perawat hendaknya memhami temparamen anak yang dia asuh terlebih dahulu. Menurut Hipocrates (460 – 375 SM) teperamen manusia ada 4 yang kadarnya berbeda. Namun terdapat temperamen yang paling menonjol diantara keempatnya.
  1. Tipe Phelgmatic
Anak cenderung pendiam meskipun dalam keadaan sakit, dia tidak banyak bicara. Perawat harus lebih proaktif untuk memancingnya berbicara.
  1. Tipe Sanguine
Anak dengan tipe sanguine lebih senang bermain. Cirinya adalah cenderung gembira, ceria dan mudah akrab dengan orang lain, pandai bercerita, tidak mudah marah maupun sedih. Hanya saja sulit untuk diajak serius.
  1. Tipe Choleric
Anak terlihat gesit dan nyaris tidak pernah diam. Paling tidak suka diatur, punya kemauan sendiri dan cukup keras. Anak temperamen ini cenderung mengabaikan perasaan orang lain daan sulit bertenggang rasa terhadap usaha dan perasaan yang tengah dilakukan. Untuk menghadapi anak seperti ini harus bersikap bijaksana.
  1. Tipe Melankolis
Anak sangat sensitive dan berperasaan halus, cenderung pendiam dan tertutup dan kurang bias mengekspresikan perasaannya. Perawat mesti pandai- pandai menjaga perasaanya. Jangan sampai menyinggung dan membuat hatinya terluka. Bila dia berbuat salah tegur dengan halus dan terfokus terhadap kesalahan yang dilakukannya. Hindari cara-cara kasar dan melabelinya dengan sebutan negatif.

Askep Dispepsia


Dispepsia


1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.

b. Fisiologi
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
3. Etiologi
a. Perubahan pola makan
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c. Alkohol dan nikotin rokok
d. Stres
e. Tumor atau kanker saluran pencernaan
4. Insiden
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 % yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai. Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)
5. Manifestasi Klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
6. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
7. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

8. Penatalaksanaan Medik
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

9. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.