Maag atau radang lambung atau tukak lambung adalah gejala penyakit yang menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau peradangan pada lambung yang menyebabkan sakit, mulas, dan perih pada perut.
Ada beberapa tahap dalam penyakit maag, yaitu:
Maag ringan
Maag ringan masih tergolong tahap ringan dimana biasanya setiap orang sudah berada di tahap ini, jika dilakukan pemeriksaan akan terlihat asam lambung berlebih di bagian dinding.
Maag sedang
Maag pada tahap ini sudah menyebabkan nyeri, sakit dan mual yang menyakitkan.
Maag kronis
Maag kronis adalah maag yang sudah parah intensitasnya di bandingkan maag biasa.
Kanker lambung
Kanker lambung terjadi akibat mikroorganisme yang merugikan, yaitu Helycobacter pylori.
KEJANG DEMAM
1. Pengertian
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer, 2000 : 434 )
Kejang demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap, 1968).
Kejang ( konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori ( Doenges, 1993 : 259 ).
Livingston ( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan ; yaitu :
1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Convultion ).
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ( Epilepsy Triggered off by Fever )
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana ialah :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang, normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang – kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000 : 434 ).
3. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. ( 1985 = 848 )
4. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis sementara ( hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama ( Mansjoer, 2000 : 435 ).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi- bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumberi infeksi.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrakranial.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
c. Pengobatan Profilaksis.
1. Profilaksis Intermiten saat demam
Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intra rektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg bila BB <> 10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 oC.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kg BB/hari.
B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Kejang Demam
1. Pengkajian
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah :
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
2. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Carpenito ( 1999 : 468 ):
a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.
d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan dan aktifitas kejang selama episode kejang.
3. Rencana Keperawatan
Menurut Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi :
a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
Intervensi :
1). Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel.
2). Singkirkan benda – benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan ( misal : gurita ).
3). Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
4). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang.
b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
Intervensi :
1). Jauhkan benda – benda yang ada disekitar klien.
2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang, menyumbat jalan nafas.
3). Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
4). Observasi tanda – tanda vital setelah kejang.
5). Kolaborasi dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi :
1). Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih.
2). Kaji saat timbulnya demam.
3). Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan.
4). Anjurkan pada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 liter / 24 jam.
5). Beri kompres dingin terutama bagian frontal dan axila.
6). Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan dan obat antipiretik.
d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan, aktifitas, kejang selama perawatan.
Intervensi :
1. Jelaskan pada keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.
2. Jelaskan pada keluarga tentang faktor – faktor yang menjadi pencetus timbulnya kejang, misal : peningkatan suhu tubuh.
3. Jelaskan pada keluarga, apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun diberikan obat, segera bawa klien ke rumah sakit terdekat.
4. Evaluasi.
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi klien dari cedera, mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer, 2000 : 434 )
Kejang demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap, 1968).
Kejang ( konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori ( Doenges, 1993 : 259 ).
Livingston ( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan ; yaitu :
1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Convultion ).
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ( Epilepsy Triggered off by Fever )
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana ialah :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang, normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang – kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000 : 434 ).
3. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. ( 1985 = 848 )
4. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis sementara ( hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama ( Mansjoer, 2000 : 435 ).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi- bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumberi infeksi.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrakranial.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
c. Pengobatan Profilaksis.
1. Profilaksis Intermiten saat demam
Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intra rektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg bila BB <> 10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 oC.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kg BB/hari.
B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Kejang Demam
1. Pengkajian
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah :
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
2. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Carpenito ( 1999 : 468 ):
a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.
d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan dan aktifitas kejang selama episode kejang.
3. Rencana Keperawatan
Menurut Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi :
a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
Intervensi :
1). Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel.
2). Singkirkan benda – benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan ( misal : gurita ).
3). Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
4). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang.
b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
Intervensi :
1). Jauhkan benda – benda yang ada disekitar klien.
2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang, menyumbat jalan nafas.
3). Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
4). Observasi tanda – tanda vital setelah kejang.
5). Kolaborasi dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi :
1). Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih.
2). Kaji saat timbulnya demam.
3). Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan.
4). Anjurkan pada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 liter / 24 jam.
5). Beri kompres dingin terutama bagian frontal dan axila.
6). Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan dan obat antipiretik.
d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan, aktifitas, kejang selama perawatan.
Intervensi :
1. Jelaskan pada keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.
2. Jelaskan pada keluarga tentang faktor – faktor yang menjadi pencetus timbulnya kejang, misal : peningkatan suhu tubuh.
3. Jelaskan pada keluarga, apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun diberikan obat, segera bawa klien ke rumah sakit terdekat.
4. Evaluasi.
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi klien dari cedera, mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.
TETANUS
A. TINJAUAN TEORI
I. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani
II. Etiologi
Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
III. Patofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
IV. Prognosa
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
V. Manifestasi Klinik
- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat
- Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.
VI. Penatalaksanaan Medik
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. eliminasi kuman
1. debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.
2. antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
b. netralisasi toksin
toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI
c. perawatan suporatif
perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
1. nutrisi dan cairan
- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.
2. menjaga agar nafas tetap efisien
- pemebrsihan jalan nafas dari lendir
- pemberian xat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)
3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)
4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS
I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :
a. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Keluhan utama kejang
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6. Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
b. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
c. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
d. Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin
II. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2. klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4. Suhu 36 – 37,5 ยบ C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI | RASIONAL |
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus 2. tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman 3. anjurkan klien istirahat 4. sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang 5. lindungi klien pada saat kejang dengan : - longgarakn pakaian - posisi miring ke satu sisi - jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya - kencangkan pengaman tempat tidur - lakukan suction bila banyak sekret 6. catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul. 7. sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang 8. observasi efek samping dan keefektifan obat 9. observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung 10. lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang 11. kerja sama dengan tim : - pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi - pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital) - pemberian oksigen tambahan - pemberian cairan parenteral - pembuatan CT scan | 1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus. 2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang 4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme. 5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. 5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik. 6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya. 7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien. 8. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut. 9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung. 11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump. |
b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
1. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya
2. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
3. klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.
INTERVENSI | RASIONAL |
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga 2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. 3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang 4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan. 5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion) 6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur | 1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa. 2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas. 3. kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya 4. status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit. 5. efek samping yang ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya. 6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang. |
2.3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
2.3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.