BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu cara individu untuk melakukan interaksi dengan individu yang lain. Tanpa komunikasi, individu akan sulit mengungkapkan keinginan, pendapat dan menjalankan hubungan silaturahmi dengan individu lain. Komunikasi sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial individu. Bayangkan, apa yang terjadi jika antara satu individu dengan individu yang lain tidak mengetahui bagaimana cara berkomunikasi, kehidupan sosial tidak akan terjadi, informasi tidak didapatkan dan masyarakat akan menjalani kehidupan yang membosankan karena tidak dapat mencurahkan ide, pendapat dan perasaan mereka.
Komunikasi erat kaitanya dengan sistem indera, misalnya pendengaran. Untuk dapat memahami apa yang dikatakan secara verbal, kita harus mendengarkan. Jika pendengaran terganggu maka akan sulit untuk memahami informasi yang disampaikan secara lisan. Masih banyak lagi contoh hubungan komunikasi dengan sistem indera.
Perkembangan teknologi memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan informasi dalam jarak jauh. Komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan media massa ataupun elektronik, hanya saja tidak selamanya komunikasi yang dilakukan ini efektif. Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi yang sedang kita alami.
Komunikasi tidak hanya dilakukan ketika sudah mampu untuk berbicara. Sebenarnya dari awal kelahiran manusia sudah melakukan komunikasi. Meskipun tangisan yang dilakukan oleh anak masih sulit dibedakan. Untuk memahami komukasi yang dilakukan oleh anak, hendaknya perawat harus memiliki ilmu, baik tentang komunikasi, kepribadian anak sehingga dalam menjalankan asuhan keperawatan anak menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan anak, baik yang sehat maupun yang sakit.
1.2. Tujuan Penulisan
- Memahami arti dari komunikasi
- Menjelaskan perkembangan bicara pada anak
- Memahami makna komunikasi yang dilakukan oleh anak
- Menjelaskan teknik-teknik ketiak berkomunikasi dengan anak yang sehat atau sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Pengertian Komunikasi
Menurut Davis, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dan pemahamannya dari seseorang ke orang lain. Selain itu, Farland berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses interaksi antar manusia dan mempunyai arti. Secara umum, persepsi masyarakat tentang arti komunikasi adalah suatu penyampaian informasi yang hanya dilakukan secara verbal, baik tulisan maupun lisan. Akan tetapi, ruang lingkup komunikasi tidak hanya secara verbal saja, tetapi juga secara non verbal, yaitu berupa gerak tubuh dan simbol-simbol yang mempunyai makna. Setiap setelah melakukan komunikasi, akan terdapat suatu interaksi timbal balik antara si pengirim dan penerima pesan. Jadi, dapat disimpulkan, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi dari seseorang ke orang lain baik secara verbal maupun non verbal atau menggunakan simbol-simbol dan menimbulkan interaksi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan.
Komunikasi memiliki 4 fungsi yang hampir semua komunikasi menjalankan satu atau lebih dari 4 fungsi ini :
- Mengendalikan Prilaku
Fungsi ini menekankan pada suatu informasi yang berisi tentang aturan yang harus dipatuhi untuk memperbaiki prilaku. Berikut adalah contohnya :
Seorang anak berusia 2 tahun yang senang menjambak rambut orang yang ada di dekatnya, maka untuk mengendalikan perilaku anak itu, kita harus memberikan pengertian kepadanya bahwa apa yang dia lakukan tidak baik.
2. Perkembangan Motivasi
Fungsi ini menjelaskan pentingnya komunikasi dalam memberikan support atas apa yang dilakukan seseorang yang memiliki dampak positif bagi orang tersebut. Misalnya :
Tn. Nick baru pertama kali melakukan ambulasi didampingi dengan perawat Nina. Ketika Tn.Nick merasa putus asa karena merasa tidak mampu melakukannya, perawat Nina memberikan motivasi kepadanya, “ Ayo, Tn. Nick. Anda pasti bisa melakukannya.”
- Pengungkapan Emosional
Dalam hal ini komunikasi berfungsi untuk mengungkapkan perasaan marah, sedih, senang dsb. Sebagai contoh, seorang bayi yang menangis karena haus atau lapar, menggunakan tangisan untuk komunikasi, cemas tanpa sadar bayi akan menghisap jempolnya untuk meredakan kecemasannya.
- Informasi
Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan ide, pendapat dan suatu berita baik atau buruk. Misalnya :
Seorang anak berusia 4 tahun memberikan informasi tentang apa yang sudah dialaminya ketika belajar dikelasnya,.”Hari ini aku dipuji sama ibu guru karena gambar yang ku buat sangat bagus.” Atau anak ingin memberitahukan apa yang diinginkannya “Aku ingin permen.”
Elemen proses komunikasi dimulai dari referen, yaitu suatu ide yang ingin disampaikan baik berupa objek, emosi atau tindakan. Pengirim pesan, yaitu subjek yang berperan untuk menyampaikan referen. Pesan, yaitu informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Saluran, medium pembawa pesan, baik berupa panca indera manusia maupun media elektronik. Penerima pesan, merupakan sasaran dan arah pesan yang disampaikan dan sebagai pemberi respon. Kemampuan pengirim dan penerima, merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh pengirim dan penerima. Dalam melakukan komunikasi tinjau lebih dahulu pengetahuan lawan bicara, hindari pemakaian istilah yang tidak dipahami oleh lawan bicara. Respon atau umpan balik akan ada jika pengirim pesan memberikan kesempatan kepada penerima pesan untuk memberi penjelasan.
2.1. Tipe Komunikasi F. Philip Rice
Menurut F. Philip Rice ada enam tipe komunikasi, yaitu :
- Tipe Terbuka
Merupakan tipe komunikasi saling terbuka antara satu individu dengan individu yang lain. Individu I dan individu II secara leluasa dapat bercerita, mengekspresikan perasaanya dan pikirannya serta berdiskusi.
- Tipe Permukaan
Komunikasi tipe ini terjalain bukan pada hal-hal penting : tidak riil, tidak detail dan hanya sekedar basa-basi sebatas permukaan. Komunikasi dapat terwujud karena tidak ada saling terbuka, penyebabnya bias perasaan takut mengecewakan, malu dan sebagainya.
- Tipe Mengabaikan
Antara individu I dan individu II saling menghindar, sehingga tidak terjalin komunikasi. Tipe ini hampir sama dengan tipe permukaan. Hanya saja, pada tipe ini cara bicara antar individu saling terbawa emosi.
- Tipe Komunikasi Salah
Tipe komunikasi yang terlalu menuntut keinginan diri sendiri. Bila tidak sesuai dengan yang duharapkan individu akan marah. Akibatnya lawan bicara takut berbuat salah.
- Tipe Komunikasi Satu Arah
Komunikasi yang dilakukan oleh satu figur dominan yang berkomunikasi. Hanya ia yang boleh menentukan kapan lawan boleh bicara atau tidak.
- Tipe Tanpa Ada Komunikasi
Komunikasi jarang terjadi meskiipun sebetulnya diantara individu tidak ada konflik nyata.
2.3. Tahapan Perkembangan Bicara Anak
Menangis adalah “percakapan sosial” pertama sang bayi. Tangisan di bulan pertama terdengar monoton, baik ketika ia lapar, sakit, ataupun merasa tak nyaman. Melalui tangisan, bayi berinteraksi dengan lingkungan. Ia tengah berkomunikasi untuk menyampaikan kebutuhannya kepada orang lain.
Sebaliknya, dengan menangis si kecil belajar, setiap tangisan ternyata punya makna tersendiri. Penggunaannya berbeda-beda dan bisa ditangkap maksudnya oleh orang lain.
1-4 BULAN: BAHASA TUBUH DAN SUARA VOKAL (smiling, cooing)
Sampai usia 4 bulan, bayi masih banyak berkomunikasi dengan cara menangis. Namun di usia 1,5 bulan si kecil mulai memunculkan tangis yang berbeda-beda. Tangisannya tidak lagi monoton seperti ketika baru lahir. Contoh:
- Bila sakit diungkapkan dengan tangisan melengking keras diselingi rengekan dan rintihan.
- Bila merasa tak nyaman akibat kepanasan atau cari perhatian umumnya bayi mengeluarkan rengekan yang terputus-putus.
- Tangisan lapar terdengar keras dan panjang diselingi gerakan mengisap pada mulut mungilnya.
Di usia ini, selain menangis bayi berkomunikasi dengan menggumam bunyi vokal meski belum begitu jelas. Umumnya terdengar seperti bunyi “aaah” atau “oooh”.
Ada juga yang bergumam “uuuh” dan “eeeh”. Gumaman ini biasanya keluar saat bayi “mengutarakan” perasaan, seperti senang atau tak suka. Ketika gembira diajak bermain, gumaman yang keluar mungkin bernada panjang “aaah”.
Gumaman ini sebetulnya merupakan hasil tekanan pada otot-otot bicaranya.
Ada juga yang bergumam “uuuh” dan “eeeh”. Gumaman ini biasanya keluar saat bayi “mengutarakan” perasaan, seperti senang atau tak suka. Ketika gembira diajak bermain, gumaman yang keluar mungkin bernada panjang “aaah”.
Gumaman ini sebetulnya merupakan hasil tekanan pada otot-otot bicaranya.
Di usia 4 bulan, bayi mulai tertawa nyaring dan mampu mengeluarkan suara dari tenggorokan. Jadi, tak lagi hanya sebatas gumaman. Ia juga mulai mengekspresikan keterampilannya menunjukkan bahasa tubuh. Kendati bentuknya masih amat sederhana, seperti tersenyum saat memandang wajah orang yang dikenalnya, mengerutkan dahi ketika merasa tak nyaman, dan mulai memalingkan wajah ke arah sumber bunyi ketika dipanggil.
5-7 BULAN: KELUAR OCEHAN (babbling)
Di usia ini bayi mulai mengeluarkan suara ocehan pendek berupa suku kata (gabungan huruf mati dan huruf hidup), seperti “ba”, “da”. Ocehannya masih terbatas pada bunyi-bunyi eksplosif awal yang muncul karena adanya perubahan mekanisme suara.
Bayi amat senang dengan bentuk komunikasi berupa ocehan ini. Jika gembira bermain, bayi akan mengeluarkan ocehan yang lebih lama dan panjang. Ocehan ini kelak akan berkembang menjadi celoteh (memadukan berbagai suku kata) dan selanjutnya menjadi kata demi kata.
Di usia ini, bayi juga mulai belajar mengomunikasikan perasaannya tidak melulu lewat tangisan. Kalau ia tak suka, misalnya, ia mengeluarkan suara seperti melenguh. Sebaliknya, jika sedang merasa senang, ocehannya bertambah keras. Bahkan akan menjerit kesenangan meski belum dengan nada tinggi.
7-8 BULAN: OCEHAN MENINGKAT (babbling)
Ocehan bayi makin panjang, semisal “bababa” atau “dadada”. Kuantitasnya juga meningkat dengan cepat di antara bulan ke-6 sampai ke-8. Di tenggang waktu ini, orangtua diharapkan memberi stimulasi yang tepat dengan lebih sering mengajak bayi bercakap-cakap dalam intonasi naik turun dan ekspresif agar mudah ditangkap.
8-12 BULAN: KELUAR CELOTEHAN PANJANG (lalling)
Ocehan konsonan-vokal seperti “dadada”, “uh-uh-uh” dan “mamama” akan meningkat jadi celoteh yang maknanya dalam. Pertama, berceloteh adalah dasar bagi perkembangan berbicara. Kedua, celoteh adalah bagian dari komunikasi bayi dengan orang lain. Ini terlihat ketika ia mendapat respons terhadap celotehnya, bayi akan lebih giat berceloteh dibandingkan bila ia berceloteh sendirian. Ketiga, dengan berceloteh bayi merasa menjadi bagian dari kelompok sosial karena celotehnya ditanggapi. Ini akan membuat bayi mengembangkan rasa percaya dirinya yang kelak akan sangat menentukan kemandiriannya.
11-14 BULAN: KATA-KATA PERTAMANYA NYARIS LENGKAP (speaking)
Secara spesifik, bayi mampu mengucapkan satu patah kata yang berarti meskipun belum sempurna/lengkap, misalnya “ma” untuk mama, “pa” untuk papa, “num” untuk minum, dan “nen” untuk menetek. Di usia ini bayi juga sudah mampu melakukan tugas yang diminta seperti “lempar bolanya!” atau “ayo minum” sambil orangtua menunjuk benda yang dimaksud.
2.4. Mengenal Temperamen Anak
Salah satu yang menpengarui atau menentukan kepribadian anak yaitu temperamen. Utnuk dapat berkomunikasi dengan baik, perawat hendaknya memhami temparamen anak yang dia asuh terlebih dahulu. Menurut Hipocrates (460 – 375 SM) teperamen manusia ada 4 yang kadarnya berbeda. Namun terdapat temperamen yang paling menonjol diantara keempatnya.
- Tipe Phelgmatic
Anak cenderung pendiam meskipun dalam keadaan sakit, dia tidak banyak bicara. Perawat harus lebih proaktif untuk memancingnya berbicara.
- Tipe Sanguine
Anak dengan tipe sanguine lebih senang bermain. Cirinya adalah cenderung gembira, ceria dan mudah akrab dengan orang lain, pandai bercerita, tidak mudah marah maupun sedih. Hanya saja sulit untuk diajak serius.
- Tipe Choleric
Anak terlihat gesit dan nyaris tidak pernah diam. Paling tidak suka diatur, punya kemauan sendiri dan cukup keras. Anak temperamen ini cenderung mengabaikan perasaan orang lain daan sulit bertenggang rasa terhadap usaha dan perasaan yang tengah dilakukan. Untuk menghadapi anak seperti ini harus bersikap bijaksana.
- Tipe Melankolis
Anak sangat sensitive dan berperasaan halus, cenderung pendiam dan tertutup dan kurang bias mengekspresikan perasaannya. Perawat mesti pandai- pandai menjaga perasaanya. Jangan sampai menyinggung dan membuat hatinya terluka. Bila dia berbuat salah tegur dengan halus dan terfokus terhadap kesalahan yang dilakukannya. Hindari cara-cara kasar dan melabelinya dengan sebutan negatif.
No comments:
Post a Comment